Gorontalo, KABARAteropongdesa.ID – Kesadaran kolektif rakyat penambang kembali tercermin di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato. Senin (18/8), para penambang dari tiga desa yakni Bulangita, Teratai, dan Palopo, bergotong royong melakukan pengerukan sedimentasi di sejumlah titik aliran sungai, baik di hulu maupun hilir.
Kegiatan ini bukanlah agenda formal pemerintah atau hasil intervensi korporasi, melainkan inisiatif murni yang lahir dari rakyat penambang sendiri. Mereka menyadari bahwa sedimentasi yang terus menumpuk dapat membawa dampak ekologis dan sosial yang serius: banjir, kerusakan aliran air, hingga terhambatnya aktivitas pertanian warga di sekitar bantaran sungai.
Sebagai wujud kesungguhan, rakyat penambang mengerahkan alat berat jenis ekskavator di beberapa titik yang dianggap kritis. Kehadiran ekskavator tersebut mempercepat proses pengerukan, sekaligus menunjukkan bahwa gerakan kolektif ini memiliki perencanaan teknis dan komitmen nyata.
Tidak hanya rakyat penambang Bulangita, Penambang Desa Teratai dan Palopo juga hadir secara sukarela. Mereka bekerja sama tanpa melihat batas desa, bahu membahu mengangkat material sedimen, sekaligus mengatur jalur aliran air agar kembali normal. Semangat gotong royong lintas desa ini menjadi bukti bahwa persoalan lingkungan adalah persoalan bersama yang harus dihadapi secara kolektif.
Seorang warga Bulangita menyampaikan apresiasinya atas kegiatan ini. Ia menegaskan bahwa kerja kolektif tersebut merupakan bentuk nyata kesadaran rakyat penambang untuk menjaga keseimbangan antara aktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan.
“Kegiatan ini lahir dari kesadaran bersama. Para penambang bahu membahu mengantisipasi sedimentasi yang menumpuk. Ini bukan karena paksaan, melainkan kesadaran kolektif,” ujarnya.
Senada dengan itu, seorang warga Desa Teratai menuturkan bahwa upaya ini sangat penting untuk mencegah banjir yang sering meresahkan masyarakat.
“Kalau kita biarkan, sedimentasi bisa bikin air sungai meluap. Jadi apa yang dilakukan ini sangat bermanfaat, bukan cuma untuk penambang tapi juga untuk petani dan masyarakat luas,” ungkapnya.
Sementara itu, warga Desa Palopo menggarisbawahi bahwa aksi kolektif ini sekaligus membuktikan bahwa penambang bukan hanya mencari keuntungan pribadi, melainkan juga peduli pada kelestarian alam.
“Banyak yang menilai penambang hanya merusak. Tapi dengan kegiatan seperti ini, kita buktikan bahwa penambang juga bisa berbuat untuk lingkungan. Ini bukti kepedulian kami,” tegasnya.
Langkah ini dinilai sebagai simbol dari tanggung jawab ekologis rakyat penambang yang selama ini seringkali hanya disorot dari sisi negatif. Di tengah narasi besar yang kerap memojokkan penambang sebagai perusak lingkungan, gerakan sukarela ini justru menunjukkan bahwa ada ikhtiar bersama untuk merawat ruang hidup mereka sendiri.
Secara sosiologis, tindakan gotong royong semacam ini dapat dipahami sebagai bentuk self-governing community, di mana kelompok masyarakat lokal mengambil peran aktif untuk mengatasi masalah yang berdampak langsung pada kehidupan mereka. Sementara itu, dalam perspektif ekologis, pengerukan sedimentasi menjadi salah satu upaya mitigasi bencana dan perbaikan tata kelola air.
Kegiatan yang berlangsung di Bulangita, Teratai, dan Palopo ini juga menjadi pesan moral bahwa pembangunan lingkungan tidak melulu harus dimonopoli oleh negara atau korporasi. Ada ruang luas bagi masyarakat untuk menjadi subjek perubahan, bukan sekadar objek kebijakan.
Dengan demikian, inisiatif rakyat penambang Marisa ini bukan hanya aksi teknis pengerukan sedimentasi dengan ekskavator, melainkan juga representasi kesadaran kritis: bahwa menjaga ekosistem adalah bagian dari menjaga keberlangsungan hidup bersama.
Tim-RedaksiKTD














